Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-sia, yang dikaruniakan TUHAN kepadamu di bawah matahari, karena itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang engkau lakukan dengan jerih payah di bawah matahari. Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi. (Pengkhotbah 9:9, 10)
Bahagia adalah sesuatu yang dikejar setiap orang saat ini. Meskipun definisi dari Bahagia itu sendiri tentu berbeda-beda untuk setiap orang. Gen-Z dan Millenials punya definisi Bahagia menurut mereka. Jika generasi Gen-X cenderung mengadopsi pemikiran Boomers yg menimbun kekayaan dan asset sebagai kebahagiaan, lain lagi dengan Gen-Z dan Millenials. Mereka lebih senang travelling, jalan-jalan, kuliner ke sana-sini untuk menikmati kebahagiaan. Fenomena inilah yang sempat menjadi alasan mengapa sector pariwisata menjadi booming sekali sebelum pandemi.
Tapi yah kita tahu sama-sama bahwa pandemic memukul kita begitu rupa. Yang dahulu suka jalan-jalan kini menjadi sangaat terbatas. Makanya tidak heran salah satu alasan yang berkontribusi untuk menurunkan tingkat kebahagiaan adalah ketidak-mampuan orang saat ini untuk menikmati travelling dan jalan-jalan. Apakah Anda merasakannya juga? Buat Gen-Z dan Milenials, mereka mengalami sumpek. Buat Gen-X dan Boomers, mereka panik karena pekerjaan dan usaha melambat. Semua orang tidak Bahagia.
Kalau dipikir-pikir, Bahagia itu sendiri memang pada akhirnya sulit didapati, sulit juga dirasakan terus-menerus. Mungkin karena kita mengambil definisi bahagia menurut kata orang. Kalau bisa travelling, baru Bahagia. Kalau bisa kaya, baru bisa Bahagia. Kalau bis aini dan itu, baru Bahagia. Inilah kesalahan orang hari ini.
Menarikinya, Pengkhotbah mengajarkan kepada kita sebuah rahasia sederhana dari hidup yang berbahagia. Ia mengatakan bahwa berbahagia orang yang bisa makan dan minum dengan syukur. Berbahagia orang yang masih bisa berpakaian, bahkan berdandan secukupnya. Bahagia pula orang yang menikmati hidup bersama pasangan atau keluarga yang dikaruniakan Tuhan. Berbahagia jika orang tersebut masih bisa bekerja, bekerja dalam pekerjaan yang dimilikinya. Jadi Bahagia itu tidaklah jauh dari kehidupan kita, karena Bahagia itu adalah menjalani hidup sehari-hari.
Ketidak-puasan, atau ketidak-mampuan orang untuk bersyukur akan membuat Bahagia menjadi jauh sekali. Namun kemempuan seseorang menghargai pemberian Tuhan dalam hidupnya sehari-hari akan membuat orang tersebut Bahagia. Jadi Bahagia itu bukannya sesuatu yang jauh di luar sana, Bahagia itu ada di dalam kantormu, kelasmu, rumahmu, dan di dalam hatimu.
Jadi hari ini, apa yang Anda pilih? Anda bisa memilih mensyukuri hidup dan berbahagia atau meratapi nasib dan terus kehilangan Bahagia.
Komentar
Posting Komentar